Diberdayakan oleh Blogger.

Sebab Terjadinya Musibah

Oleh : Al-Ustadz Abul Mundzir Dzul-Akmal As-Salafy
Al Quraanul Karim telah menyebutkan beberapa sebab terjadinya musibah, berikut ini juga Allah Subhaana wa Ta`aala menyebutkan bagaimana menghilangkan musibah tersebut dari pada hambanya.
Diantaranya firman Allah Jalla wa `Alaa :
ذَلِكَ بِأَنّ اللّهَ لَمْ يَكُ مُغَيّراً نّعْمَةً أَنْعَمَهَا عَلَىَ قَوْمٍ حَتّىَ يُغَيّرُواْ مَا بِأَنْفُسِهِمْ
Artinya : “Yang demikian (siksaan) itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah sesuatu ni`mat yang telah dianugerahkanNya kepada suatu kaum, hingga kaum itu merubah apa yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS : Al Anfaal : 53).
Berkata al Imam as Sa’diy dalam menafsirkan ayat ini sebagai berikut : ذَلِكَ (yang demikian itu adalah) `adzab yang Allah Tabaaraka wa Ta`aala timpakan kepada ummat yang mendustakan para Rasul `Alaihimus Sholaatu was Salaam, kemudian Allah hilangkan segala bentuk ni`mat dan kesenangan pada mereka, disebabkan dosa-dosa mereka, dan dikarenakan perubahan-perubahan yang mereka lakukan atas diri-diri mereka sendiri, (sebab Allah tidak akan pernah merobah ni`mat yang telah dianugrahkan kepada suatu kaum), berupa keni`matan Din (Agama) dan dunia, bahkan Allah Jalla wa `Alaa mengabadikannya serta menambahkan nikmat tersebut bagi mereka jikalau mereka mau bersyukur kepadaNya, sebagaimana Allah Subhaana wa Ta`aala berkata :
((وإذ تأذن ربكم لئن شكرتم لأزيدنكم ولئن كفرتم إن عذابي لشديد)). إبراهيم (7).
Artinya : Dan ingatlah juga, takkala Rabbmu mema`lumkan : “Sesungguhnya jika kalian bersyukur , pasti Saya akan menambah ni`mat kepada kalian, dan jika kalian mengingkari ni`matKu, maka sesungguhnya `adzabKu sangatlah pedih.” (QS. Ibrahim : 7).
Al Imam `Abdurrahmaan as Sa`diy berkata : “Allah Ta`aala berkata pada mereka- memotivasi mereka untuk mensyukuri ni`mat-ni`mat-Nya : (Dan ingatlah takkala Rabbmu mema`lumkan), maksudnya : beritahukanlah dan janjikanlah, (Sesungguhnya jika kalian bersyukur, pasti Saya akan menambahkan kepada kalian), bentuk ni`mat- ni`mat-Ku, (dan jika kalian mengingkari ni`matKu, maka sesungguhnya `adzabku sangatlah pedih), diantaranya, akan dihilangkan atau dicabut dari mereka ni`mat tersebut, yang telah dianugrahkanNya atas mereka. Yang dimaksud dengan bersyukur ialah pengakuan hati dengan ni`mat Allah tersebut, lalu memuji-muji Allah `Azza wa Jalla, kemudian membelanjakannya pada jalan jalan yang diridhoi Allah Ta`aala. Sedangkan kufur ni`mat sebaliknya. [1]
((حتى يغيروا ما بأنفسهم))
(Hingga kaum itu merobah apa yang ada pada diri mereka sendiri), bentuk perobahan itu ilalah : dari keta`atan berubah kepada ma`siat, sehingga mereka mengukufuri atau mengingkari ni`mat Allah, mereka ganti hal tersebut dengan kekufuran, maka Allah membalikan mereka atas ni`mat itu, dan merobah ni`mat tersebut atas mereka, sebagaimana mereka telah merobah apa yang ada pada diri mereka sendiri.
Dan Allah memiliki hikmah dalam hal itu, ke`adilan dan kebajikan yang diberikan-Nya kepada hamba-hamba-Nya. Dimana Allah Ta`aala tidak menimpakan `adzab atas suatu kaum, melainkan disebabkan kezholiman mereka sendiri, sekira kira Allah menarik hati wali wali-Nya untuk kembali kepada-Nya, dengan cara merasakan kepada hamba-hamba-Nya malapetaka, bencana ketika mereka menyelisihi perintah-Nya. [2]
Dan juga Allah berfirman :
((وَمَآ أَصَابَكُمْ مّن مّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُواْ عَن كَثِير)). الشورى: (30)
Artinya : ”Dan apa saja musibah yang menimpa kalian maka adalah disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri, dan Allah mema`afkan sebagian besar (dari kesalahan kesalahanmu”. (QS. Asy Syuuraa: 30).
Berkata al Imam as Sa’diy Rahimahullahu Ta`aala dalam menafsirkan ayat ini :
“Allah mengkhabarkan bahwa tidaklah menimpa hamba-hamba tersebut satu mushibah, pada badan-badan mereka, harta-harta dan anak-anak mereka serta pada apa saja yang mereka cintai, itu adalah merupakan kemulian atas mereka, kecuali disebabkan oleh apa-apa yang telah dihasilkan oleh tangan-tangan mereka dari bentuk kejelekan, dan Allah telah banyak mengampuni kesalahan, sesungguhnya Allah Tabaaraka wa Ta`aala tidak berbuat dzholim terhadap hamba-hamba-Nya, akan tetapi merekalah yang telah berbuat dzholim atas diri mereka sendiri.” Sebagaimana Allah Jalla wa `Alaa berfirman :
((وَلَوْ يُؤَاخِذُ اللّهُ النّاسَ بِمَا كَسَبُواْ مَا تَرَكَ عَلَىَ ظَهْرِهَا مِن دَآبّةٍ)). الفاطر: (45).
Artinya : “Dan kalau sekiranya Allah menyiksa manusia disebabkan apa yang mereka usahakan, niscaya Dia tidak akan meninggalkan di atas permukaan bumi suatu makhluk yang melatapun.” (QS. Al Faathir : 45)
“Bukanlah kelalaian dari Allah Ta`aala meng-akhirkan siksaan, dan tidak pula karena lemah.” [3]
Dan Allah `Azza wa Jalla berkata :
((وَضَرَبَ اللّهُ مَثَلاً قَرْيَةً كَانَتْ آمِنَةً مّطْمَئِنّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَداً مّن كُلّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ اللّهِ فَأَذَاقَهَا اللّهُ لِبَاسَ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ بِمَا كَانُواْ يَصْنَعُونَ)). النحل : (112).
Artinya : “Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari ni`mat-ni`mat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.” (QS. Al-Nahl : 112)
Berkata al Imam as Sa’diy Rahimahullahu ketika menafsirkan ayat ini :
Negeri ini adalah Makkah yang mulia, dulunya aman, tentram dan tidak ada seorangpun yang bangkit amarahnya didalam negeri Makkah tersebut, orang-orang jahiliyah yang awampun menghormati Makkah, sampai-sampai jika salah seorang dari mereka mendapatkan pembunuh bapaknya dan saudaranya, tidak akan bangkit kemarahannya bersamaan kuatnya egoisme pada mereka dan rasa cinta kesukuan `Arab (suku-isme), itu merupakan hasil yang diperoleh dari negeri tersebut dalam bentuk keamanan yang sempurna, tidak akan terdapat pada negeri- negeri lainnya, dalam bentuk rezqi yang amat luas. Padahal negeri Makkah tidak ada pertanian dan tidak pula pohon pohonan akan tetapi Allah Jalla wa `Alaa mudahkan bagi negeri Makkah rezqi yang datang dari segala penjuru dunia.
Kemudian datanglah Rasulullahi Shollallahu `alaihi wa Sallam dari kalangan mereka sendiri, yang mereka sangat mengenal keamanahan dan kejujurannya, dia menyeru/mengajak mereka kepada perkara perkara yang paling sempurna, serta mencegah mereka dari segala perkara yang jelek, akan tetapi mereka mendustakannya, dan mengingkari ni`mat-ni`mat Allah atas mereka, lalu Allah Subhaana wa Ta`aala rasakan atas mereka kebalikan apa apa yang mereka ada padanya, Allah Ta`aala memakaikan pakaian lapar pada mereka, yang ia merupakan lawan dari rasa senang (kesenangan), rasa takut merupakan lawan dari rasa aman (keamanan), dan keseluruhan demikian disebabkan oleh perbuatan mereka sendiri dan kekufuran mereka, dan tidak bersyukurnya mereka atas ni`mat Allah Tabaaraka wa Ta`aala.
((وما ظلمهم الله ولكن كانوا أنفسهم يظلمون)). آل عمران (117).
Artinya : “Tidaklah Allah menzholimi mereka akan tetapi mereka sendirilah yang berbuat zholim atas diri mereka.” (QS. Ali `Imraan : 117). [4]
Berkata al Imam al Baghawiy ketika menafsirkan ayat ini : “(Tidaklah Allah menzholimi mereka)”, dengan demikian, “(akan tetapi mereka sendirilah yang berbuat zholim atas diri mereka)”, disebabkan karena kekufuran dan ma`shiyat. [5]
Dan juga Allah berfirman disurat yang lain :
ظهر الفساد في البر والبحر بما كسبت أيدي الناس ليذيقهم بعض الذي عملوا لعلهم يرجعون
Artinya : “Telah tampak kerusakan di daratan dan di lautan disebabkan karena perbuatan tangan-tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali kepada jalan yang benar.” (QS. Ar Ruum : 41).
Asy Syaikh `Abdurrahmaan as Sa`diy berkata dalam menafsirkan ayat ini : “Maksudnya : Telah jelas kerusakan di daratan dan di lautan, artinya : rusaknya kehidupan mereka dan kurangnya, dan diliputi oleh musibah-musibah. Pada diri mereka dalam bentuk penyakit serta penyakit menular, dan selainnya. Kesemua itu disebabkan oleh perbuatan tangan-tangan mereka, dalam bentuk perbuatan perbuatan yang rusak dan merusak, pada dasarnya.
Ini disebutkan :
((ليذيقهم بعض الذي عملوا)).
“supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka”, maksudnya: agar mereka mengetahui bahwa akan dibalas atas perbuatan-perbuatan mereka, maka disegerakan atas mereka balasan itu sebagai contoh, dari bentuk balasan perbuatan mereka di dunia.
((لعلهم يرجعون)).
“semoga mereka kembali kepada jalan yang benar.” Maksudnya; dari perbuatan-perbuatan mereka, telah menghasilkan dari bentuk kerusakan apa-apa yang telah dihasilkan oleh perbuatan itu. Supaya baik dan tenang keadaan mereka.
Maha Suci Dzat yang sangat Penyayang dengan cobaan-Nya, yang Maha Pemberi keutamaan pada musibah musibah-Nya, kalau tidak demikian, kalau seandainya Allah Subhaana wa Ta`aala menimpakan musibah atas mereka, dikarenakan apa apa yang telah mereka lakukan, sudah tentu Allah `Azza wa Jalla tidak akan menyisakan seekor hewanpun di permukaan bumi ini.” [6]
Ayat-ayat yang mulia ini memberi pengertian kepada kita bahwa Allah adalah Maha `Adil dan Maha Bijaksana, Ia tidak akan menurunkan bala dan bencana atas suatu kaum kecuali karena perbuatan ma`shiat, dosa serta pelanggaran mereka terhadap perintah-perintah Allah, lebih lebih karena jauhnya mereka dari tauhid serta tersebar luasnya berbagai perbuatan syirik di banyak negara-negara Islam. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya banyak fitnah, cobaan, ujian dan berbagai musibah yang diturunkan Allah Tabaaraka wa Ta`aala atas mereka. Kesemua itu tidak akan hilang kecuali mereka kembali mentauhidkan Allah Jalla wa `Alaa-dengan ber`ibadat kepada-Nya saja serta meninggalkan seluruh bentuk kesyirikan, bid`ah, khurafat-khurafat dan tahayul serta ma`shiat-ma`shiat. Dan juga menegakkan syari`at syari`at-Nya baik terhadap pribadi maupun masyarakat.
———————————
[1] “Taisiirul Kariimir Rahmaan fi Tafsiiri Kalaamil Mannaan,” oleh asy Syaikh `Abdurrahmaan as Sa`diy.
[2] “Taisiirul Kariimir Rahmaan fi Tafsiiri Kalaamil Mannaan,” oleh asy Syaikh `Abdurrahman as Sa`diy.
[3] “Taisiirul Kariimir Rahmaan fi Tafsiiri Kalaamil Mannaan,” oleh asy Syaikh `Abdurrahmaan as Sa`diy.
[4] “Taisiirul Kariimir Rahmaan fi Tafsiiri Kalaamil Mannaan,” oleh asy Syaikh `Abdurrahmaan as Sa`diy.
[5] “Tafsiirul Baghawiy (Ma`aalimut Tanziil)”, oleh al Imam Muhyis Sunnah Abu Muhammad al Husein bin Mas`uud al Baghawiy, 516H, (1/408).
[6] “Taisiirul Kariimir Rahmaan fi Tafsiiru Kalaamil Mannaan,” oleh asy Syaikh `Abdurrahmaan as Sa`diy